Arsip Instagram 10-13 Mei 2019 (Spesial HUT Depok ke-20 tahun)
Sejarah dan Penataan Kota
Kota Depok memiliki sejarah yg berbeda dari kota seperti Bogor, Cirebon, atau Malang yg sudah ada sejak zaman kerajaan. Walaupun sudah terbentuk sejak Cornelis Chastelein, kota ini baru berkembang setelah kemerdekaan. Alhasil Depok berkembang secara liar tanpa bimbingan pemerintah serta perencana kota yg baik.Awalnya pemerintah sudah bagus dengan membuat perumahan (Depok I dan II), diikuti pengembang swasta. Namun setelah itu pemerintah seolah lepas tangan dan membiarkan masyarakat mengembangkan sendiri. Masyarakat yg tidak tau apa-apa akhirnya membangun pemukiman sekehendaknya di jalan-jalan yg sudah ada, jalan desa yg kecil. Pertumbuhan penduduk terus terjadi di tengah arus urbanisasi. Akibatnya terbentuklah kota yg berantakan. Seiring berjalan waktu, jalan desa tersebut tidak memadai untuk sebuah kota. Tapi apa daya, pelebaran dan pembuatan jalan baru sudah tidak memungkinkan karena akan menggusur pemukiman.
Akibatnya, jalan di Kota Depok begitu kecil untuk kota sebelah ibukota. Jalan yg memiliki lebar lebih dari dua lajur dapat dihitung jari. Kebanyakan dari itu pun hanya di sejumlah ruas atau jalan yg pendek. Awalnya Depok berfungsi sebagai penghubung Jakarta dan Bogor, sehingga Depok memiliki banyak jalan yg menghubungkan utara-selatan. Sedangkan jalan barat-timur sangat sedikit. Lihat di peta, tidak ada satu jalan lurus yg menghubungkan ujung barat dan timur Depok.
Dari pusat kota (Margonda) ke timur hanya sampai Jl Raya Bogor, ke sananya hanya jalan desa, sedangkan ke barat hanya ada satu jalan: Jl Raya Sawangan disambung Jl Muchtar. Jalan Raya Sawangan ini unik, karena jalan ini tdk 'raya' (besar) dan tdk berada di sawangan. Jalan yg hanya selebar 2 lajur ini dipaksa memikul beban 4 kecamatan ke pusat kota. Mungkin Jalan Setapak Ke Sawangan nama yg lebih cocok.
Depok memiliki dua pusat komersil (CBD): Margonda dan Cinere. Ketiadaan taman dan ruang publik membuat mal menjadi tempat hiburan warga, sehingga tempat hiburan juga berpusat di kedua wilayah ini. Jalan kecil dan tidak memadai, akses barat-timur yg minim, area komersil dan hiburan yg terpusat di dua tempat, secara berbarengan mengakibatkan kemacetan akut di Kota Depok.
Transportasi Umum
Sebenarnya masalah pada post sebelumnya tidak akan berujung kemacetan jika diimbangi transportasi umum yg baik. Transportasi umum Kota Depok ialah angkot, dan angkot bukanlah pilihan buruk jika melihat jalan Depok yg kecil-kecil. Namun rute angkot Depok tidak tersebar dan terkonsentrasi di jalan arteri saja, sehingga orang harus berjalan jauh untuk sampai ke jalur angkot. Belum lagi suka ngetem, lama, panas, sistem kejar setoran, membuat orang malas naik angkot. Lalu hadirlah transportasi yg mudah, cepat, dan murah: motor. Ditambah adanya ojol yg murah, membuat angkot kalah bersaing dan semakin sepi.Transportasi umum memang sektor yg agak sulit ditata, tetapi sebenarnya Depok bisa belajar dari kota sebelah utk mengembangkan angkutan umum yg baik. Namun pemkot masih segan menyentuh sektor ini, dan malah keberatan ketika Transjakarta mau masuk Depok. Hingga saat ini baru dua rute Transjakarta yg masuk Depok (yg satu tidak tahu udah beroperasi belum), dibanding Bekasi dan Tangerang yg mencapai 3-5 rute. Pemkot lebih senang bangun prasarananya (terminal, halte), sekalian bangun apartemen juga.
Peran dan Potensi Kota Depok
Depok merupakan kota satelit dan wilayah "suburban" bagi Jakarta. Depok berperan sebagai tempat tinggal para pekerja ibukota. Karena itu, pembangunan difokuskan pd perumahan, contohnya perumahan vertikal untuk mengimbangi lahan yg semakin habis. Hal penting lainnya bagi para penglaju (komuter) ini ialah transportasi ke kota induk. Beruntung KRL dan akses utara-selatan yg banyak siap memenuhi kebutuhan itu.Depok bukan hanya kota penyangga pemukiman, tapi juga penyangga lingkungan bagi Jakarta. Depok, bersama Bogor, bertugas menjadi resapan air dan mengendalikan banjir Jakarta. Namun dengan RTH yg menyusut dan alih fungsi situ menjadi pemukiman, sepertinya tugas itu dijalankan dengan buruk.
Di sisi lain, Depok juga mengalami perubahan. Taman-taman mulai dibuat di berbagai penjuru Depok, dari sebelumnya hanya fokus pada taman median Jl Margonda. Diawali dengan Taman Lembah Gurame dan nanti alun-alun. Serta penghargaan Adipura yg diterima tahun 2017. Pembangunan restoran juga mulai menyebar, sehingga orang tidak perlu memacetkan Margonda untuk sekadar 'cari makan'
Depok memiliki sejumlah potensi yg belum dikembangkan. Dengan perannya sebagai wilayah residensial, Depok seharusnya bisa menjadi tempat peristirahatan yg nyaman setelah bekerja di tengah hiruk-pikuk ibukota. Lokasi yg nempel Jakarta juga membuat transfer ilmu dan teknologi perkotaan mudah dilakukan, sehingga Depok tidak tertinggal dan maju bersama Jakarta.
Dan ingat, universitas top Indonesia ada di Depok kan? Pembangunan apartemen, tempat tinggal, dan tempat hiburan untuk mahasiswa perlu dilakukan utk pengembangan ekonomi. Nantinya di Cimanggis juga akan dibangun UIII (Universitas Islam Internasional Indonesia). Sebagai kota yg kedatangan pelajar dari seluruh Indonesia dan nanti seluruh dunia, Depok seharusnya mempercantik diri agar mendapat kesan baik dari para perantau.
Jadi Depok desa yg gagal jadi kota atau kota prematur? Selamat ulang tahun Depok! Semoga bisa menjadi kota yg unggul, nyaman, religius, dan ramah anak. Ditunggu perubahan baiknya empat tahun lagi ya!
Comments
Post a Comment